Minggu, 14 Juni 2009

BAB1 USULAN PENELITIAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Hal tersebut dapat terwujud melalui terciptanya masyarakat bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan prilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal diseluruh wilayah Republik Indonesia. Derajat kesehatan masyarakat dapat diukur dengan beberapa Indikator yaitu angka kesakitan dan angka kematian ibu, bayi dan balita (Depkes. R.I, 1999).

1

Target nasional Indonesia pada tahun 2010 untuk angka kematian balita yaitu 58 per 1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan DIY 2008). Namun di Yogyakarta, menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, angka kematian balita masih 22 dalam 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Balita menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan.

Status gizi balita di Provinsi D.I.Yogyakarta tahun 2007 berdasarkan antropometri terdiri dari status gizi baik sebesar 84,5%, status gizi buruk yang 0,77 lebih rendah dari target nasional yaitu 15%, sedangkan persentase kecamatan bebas rawan gizi sebesar 32% yang lebih rendah dari target nasional 2010 yaitu 80%. Kabupaten Bantul mempunyai angka balita gizi buruk (0,73%) dan balita di bawah garis merah (3,09%). Rata-rata persentase keduanya sebesar 1,91% menempati urutan kedua setelah Kabupaten Kulonprogo (2,285%). Di Kabupaten Kulonprogo kasus gizi buruk disebabkan oleh kemiskinan (Profil Kesehatan DIY 2008).

Status gizi balita dapat dipengaruhi oleh pendapatan, lapangan kerja, pendidikan dan kemampuan sosial dari keluarga. Sebagai contoh seiring dengan tingginya tingkat pendapatan maka akan semakin tinggi pula status gizi seseorang. Namun di Kabupaten Bantul yang tingkat pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun cukup tinggi yaitu 10,29%, tingkat kejadian balita gizi buruk dan balita dibawah garis merah juga tinggi (Profil DIY 2008). Menurut Zakiyah dan Andriono (2008) di Kecamatan Pleret, Bambanglipuro, Pundong, Banguntapan dan Pandak tingkat kesejahteraan ekonomi penduduknya 50% KK miskin, 25% penduduk menengah dan 25% penduduk kaya dan masalah kesehatan yang paling utama adalah gizi buruk dilanjutkan kematian ibu melahirkan, bayi meninggal dan Demam Berdarah Dengue. Menurut Dinas Kesehatan Bantul, pada tahun 2008 kecamatan dengan kasus gizi buruk terbanyak adalah Kecamatan Banguntapan dengan rata-rata gizi buruk dan kurang mencapai 20,9%.

Secara geografis Kecamatan Banguntapan berbatasan dengan wilayah perkotaan yaitu Kotagede sehingga penduduknya merupakan percampuran dari perkotaan dan pedesaan. Mayoritas pekerjaan penduduknya adalah Pegawai Negeri Sipil (38,8%) dengan pendapatan lebih tinggi dan tetap dibandingkan dengan pekerjaan lain, namun kenyataannya di Kecamatan Banguntapan masih ditemukan kasus balita gizi buruk (Monografi Kecamatan Banguntapan 2008).

Salah satu desa di Kecamatan Banguntapan adalah Desa Baturetno yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Banguntapan 1 sehingga penduduk Desa Baturetno mempunyai akses ke pelayanan kesehatan dan sumber informasi kesehatan yang lebih dekat dari segi jarak. Dengan demikian diharapkan pengetahuan ibu tentang asupan makanan untuk balita lebih tinggi dibanding desa lain. Penduduk desa Baturetno juga berpendidikan mayoritas SD (37%), SMP (25%), dan SMA (22%) namun masih terdapat kasus gizi buruk dan bawah garis merah sebanyak 7,4% (PSG Balita Puskesmas Banguntapan 1, 2008)

Pemerintah sudah memberlakukan berbagai kebijakan untuk menurunkan angka kejadian balita gizi buruk dan di bawah garis merah seperti misalnya pemberian keringanan biaya dalam pemeriksaan kesehatan ibu dan anak sebesar Rp. 3.000,- untuk sekali pemeriksaan (Keputusan Gubernur DIY nomor 336/1994), pengadaan dan pembiayaan posyandu sebesar Rp. 1.000.000,-/ posyandu (DepKes 2006). Bahkan pada tahun 2008 tepatnya pada Bulan Juli 2008 diterapkan progam Gerakan Kesejahteraan Balita (GARBA) untuk membantu para ibu dan balita yang kurang mampu secara ekonomi dalam pemeriksaan kesehatan. Masyarakat juga antusias mendukung berbagai progam pemerintah di atas, seperti terlihat dari kerjasama para kader dalam pelaksanaan posyandu. Pemerintah memprogamkan berbagai kebijakan tersebut karena menganggap tingginya kejadian balita gizi buruk dan balita di bawah garis merah disebabkan ketidakmampuan masyarakat secara ekomoni dalam perawatan dan pemeriksaan balita.

Apabila tidak ada tindak lanjut yang terbukti efektif untuk menurunkan angka balita gizi buruk maka kemungkinan yang terjadi adalah semakin meningkat pula angka kematian balita yang disebabkan status gizi yang buruk. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk membantu perawatan dan pemeriksaan balita secara ekonomi namun kenyataanya angka kejadian balita gizi buruk dan balita dibawah garis merah tetap tinggi seperti yang terjadi di Kabupaten Bantul. Sedangkan menurut Supariasa, dkk (2001) golongan ekonomi yang rendah lebih banyak menderita gizi kurang dibanding dengan golongan ekonomi menengah ke atas dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi adalah pendapatan, lapangan kerja, pendidikan dan kemampuan sosial. Hal serupa juga diungkapkan oleh Purbani (2007) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak balita adalah pendidikan, pekerjaan, pendapatan, sanitasi lingkungan, pola asuh, pola makan, riwayat penyakit, asupan energi dan asupan protein.

Dari semua pendapat tersebut faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yang paling sering disebut adalah pendapatan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ” Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Balita di Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul tahun 2009”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi data, Angka Kematian Balita di Yogyakarta masih dibawah target nasional yaitu 22/ 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Balita menggambarkan tingkat permasalahan anak dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan. Status gizi balita di Yogyakarta masih rendah dari target nasional yaitu 15%. Kabupaten Bantul mempunyai rata-rata persentase balita gizi buruk dan BGM tertinggi kedua setelah Kabupaten Kulonprogo sebesar 1,91% sedangkan tingkat ekonomi cukup tinggi yaitu 10,29%. Kecamatan Banguntapan merupakan kecamatan dengan rata-rata gizi buruk dan bawah garis merah terbanyak yaitu 20,9% dan desa dengan kasus cukup tinggi adalah Desa Baturetno (7,4%).

Gizi buruk dipengaruhi oleh pendapatan, lapangan kerja, pendidikan dan kemampuan sosial. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti dapat merumuskan masalah penelitian yaitu “Adakah Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Balita di Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul tahun 2009?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Diketahuinya Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Balita di Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul tahun 2009

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya Tingkat Pendapatan Keluarga Balita di Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul tahun 2009.

b. Diketahuinya Status Gizi Balita di Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul tahun 2009.

c. Diketahuinya rata-rata pendapatan keluarga balita di Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul tahun 2009.

d. Diketahuinya karakteristik ibu balita dan balita di Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul tahun 2009.

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan peneliti dari pelaksanaan penelitian ini antara lain :

1. Praktis.

a. Dapat digunakan sebagai bahan masukan/ pertimbangan bagi pelaksana kebidanan di Puskesmas Banguntapan 1 dalam memberikan pelayanan, perawatan dan pemeriksaan balita yang dapat mengatasi BGM dan Gizi Buruk.

b. Dapat digunakan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi DIY untuk mengambil sikap ke depan dalam penerapan progam kesehatan untuk mengatasi gizi buruk dengan melibatkan orangtua sebagai pengatur keuangan untuk penyedia makanan bagi balita.

c. Dapat membantu ibu balita sebagai pengatur keuangan sehingga dapat mengalokasikan pendapatan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan baik

2. Teoritis.

a. Bagi penulis dapat menambah pengetahuan tentang Hubungan Tingkat pendapatan keluarga dengan Status Gizi Balita.

b. Dapat dijadikan acuan untuk peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian yang serupa.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian serupa telah dilakukan oleh Ahmad Suhaimi (2006) di Kalimantan, dengan judul “ Konsumsi Pangan dan Status Gizi pada Penduduk Asli di Kalimantan Timur : Pendekatan social budaya dan ekonomi”. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa faktor ekonomi yaitu tingkat pendapatan berpengaruh signifikan terhadap konsumsi pangan rumah tangga dengan nilai p = 0,001 dan t = -3,550 dengan daya ramal model 57,4 persen dan diantara empat kategori tingkat konsumsi energi pada kategori “kurang” paling banyak didapatkan balita dengan status gizi buruk yaitu sebesar 4,2 persen. Dibuktikan juga bahwa ada hubungan sangat bermakna antara status gizi balita dengan tingkat konsumsi energi rumah tangga.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada variabel penelitian, analisis data, teknik sampling, tempat penelitian dan waktu penelitian. Variabel penelitian ini adalah tingkat pendapatan dan status gizi balita sedangkan variabel penelitian tersebut multivariate yaitu seluruh faktor yang mempengaruhi status gizi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan uji korelasi Chi Square, sedangkan penelitian tersebut menggunakan analisis kuntitatif kualitatif dengan uji Z-Score. Teknik sampling yang digunakan penelitian ini adalah cluster sampling sedangkan penelitian tersebut menggunakan simple random sampling. Tempat dan waktu yang digunakan dalam penelitian ini addalah di Yogyakarta pada tanggal 1-30 April 2009 sedangkan penelitian tersebut dilakukan di Kalimantan Timur pada bulan Oktober 2005-Februari 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar